Thursday, December 3, 2015

Khilafah Umawiyah: Kekeliruan sejarah (III)

Misteri Khilafah Bani Umawiyah
Sebagaimana yang kita bincangkan di ruangan yang lepas, antara kesalahan khalifah-khalifah Bani Umayyah adalah mencaci maki Saidinah Ali bin Abu Talib di masa hidup dan sesudah kematian beliau. Jika kita boleh meninjau persoalan ini dari segi politik, maka kita ingin menyebutkan di sini bahwa Bani Umaiyah terpaksa melakukan tindakan-tindakan itu, untuk membelokkan rakyat umum dari pemujaan terhadap keluarga Ali, yang semata-mata hanya berdasar kepada kedudukan orang-orang itu sebagai "Ahlilbait" atau "Keluarga Rasulullah", tidak lebih dari itu! Maka alasan Bani Umaiyah mencaci Ali, dan dengan menumpahkan kepadanya segala kekurangan-kekurangan, demi untuk menjaga keselamatan pemerintahan mereka. Umar bin Abdul Aziz, salah seorang dari Khalifah-Khalifah besar Bani Umaiyah, pernah menjelaskan hal ini dalam percakapannya dengan bapanya yang bernama Abdul Aziz bin Marwan. Umar berkata:

"Ayahku Abdul Aziz bin Marwan, bila berpidato amatlah lancar dan lantang suaranya, tetapi bila ia hendak menyebut nama Amirul-Mu'minin — Ali bin Abu Talib — dalam pidatonya, ia terpegun-pegun. Aku tanyakan kepadanya tentang hal itu, ia menjawab: "Anakku, rupanya engkau perhatikan keadaanku?" Aku jawab: "Ya!" Lalu ia berkata: "Anakku, kau harus tahu, bahawa rakyat umum, seandainya mereka mengenal Ali itu sebagaimana yang kita kenal, nescaya mereka semua akan meninggalkan kita dan akan berpihak kepada puteranya".

 (Ibnu Tabatiba: al-Fakri, ms 110-111 dlm Ahmad Shalaby, 1975).

Di sini teranglah bahwa caci-maki yang dilancarkan Bani Umaiyah kepada Ali itu hanyalah untuk "mengubati" rakyat umum. Kita percaya bahwa seorang yang meninggalkan Mu'awiyah dan berpihak kepada Ali, dapat mengemukakan alasan-alasan untuk membenarkan tindakan itu. Tetapi kenyataannya, rakyat umum meninggalkan Mu'awiyah dan bergabung kepada putera Ali bukanlah kerana kecekapan yang dimilikinya, dan bukan pula kerana keunggulannya dalam bidang politik atau di medan perang, tapi hanya semata-mata kerana dia putera Ali! Tidak lebih dari itu. Dan sentimen rakyat umum inilah yang mendorong Bani Umaiyah untuk mencaci Ali dan menumpahkan segala keburukan kepadanya, walaupun besar kemungkinan bahawa hati-nurani sendiri mengingkari perkara-perkara itu.


Yang menyebabkan kita berusaha mencarikan alasan semacam itu untuk Mu'awiyah dalam sikapnya mencaci Ali itu adalah kenyataan bahawa Mu'awiyah itu terkenal sebagai orang yang lapang-hati, penyantun dan suka memberi maaf. Dan kelapangan-hatinya ini telah terbukti pada sikapnya terhadap Amru Ibnul-As sehingga ia telah merangkul Amru ke pihaknya. Pada hal hubungan antara Mu'awiyah dan Amru ini bukanlah hubungan yang mesra. Begitu juga Mu'awiyah telah memperlihatkan kelapangan-hatinya itu terhadap Ziyad bin Abihi, padahal Ziyad ini dulunya salah seorang dari pengikut-pengikut Ali yang setia dan sangat benci kepada Mu'awiyah. Setelah Ali meninggal, Mu'awiyah memberikan jaminan keamanan dan pengampunan untuk Ziyad dan bahkan ia berusaha mengambil hatinya. Selain itu Mu'awiyah juga telah menunjukkan kemurahan-hatinya kepada al-Mughirah bin Syu'bah yang telah menjauhkan diri dari kekacauan. Begitu pula terhadap Marwan Ibnul-Hakam yang pernah memberikan bai'ah (sumpah-setia) untuk pengangkatan Ali menjadi Khalifah. Akhirnya begitu pula terhadap yang lain-lainnya, seperti putera-putera Ali: Hasan dan Husain, sehingga mereka ini tidak pernah mengalami hal-hal yang tidak baik di masa hidup Mu'awiyah dan Mu'awiyah tidak pernah mengurangi sedikitpun jua apa-apa yang telah dijanjikannya kepada mereka. Jadinya faktor yang mendorong Mu'awiyah melanjutkannya sikapnya mencaci Ali itu ialah keinginannya hen-dak memperkokoh kekuasaannya dengan mengalihkan perhatian rakyat umum dari Ali dan putera-puteranya.

No comments: